Filosofi Penjor
Filosofi dan Makna Penjor
I Nyoman Suweta, S.Ag
Penjor adalah salah satu bentuk upakara
yang di gunakan pada saat hari raya tertentu salah satunya yang fenomena adalah
rerahinan gumi atau piodalan jagat Galungan. Sehingga setiap hari raya Galungan
selalu ada penjor bahkan jika tidak ada penjor orang tersebut di anggap tidak
merayakan hari raya Galungan. Penjor bukanlah hiasan biasa yang bisa di gunakan
dimana saja dan di isi apa saja, penjor merupakan bagian dari pelaksanaan
Galungan yang sangat sakral sehingga keberadaannya harus sesuai dengan tatwa
atau falsafah agama Hindu.
Penjor menurut Ida Bagus
Sudarsana berasal dari kata Penjor yang berarti pengajum atau pengastawa ,
kalau dihilangkan huruf “ny” menjadi kata benda yaitu penyor yang berarti
sebagai sarana untuk melaksanakan pengastawa. Sehingga penjor merupakan sebuah
pengastawa atau doa dan persembahan rasa syukur atas kemurahan Tuhan dengan
menghaturkan segala hasil alam yang telah diberikan. Menurut Ni Made Sri Arwati
Tujuan pemasangan Penjor adalah sebagai swadharma umat Hindu untuk mewujudkan rasa
bhakti dan terima kasihnya kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa, dalam prabhawaNya sebagai Hyang Giripati berupa sesajen
beserta perlengkapan lainnya yaitu sebagai persembahan “sarin tahun” ditujukan
kehadapan Ida Bhatara di Gunung Agung atau gunung yang memberikan kemakmuran
seperti yang di amanatkan oleh Sri Kresna pada Gunung Vrindapan dalam Purana.
Dalam Keputusan Kesatuan
Tafsir Aspek-Aspek Agama Hindu disebutkan bahwa penjor merupakan simbol : 1).
Naga Anantaboga, yaitu naga yang berada di dalam tanah yang badannya dipenuhi
dengan sumber makanan seperti pala
gantung, pala wija, pala bungkah. Yang merupakan sumber ke makmuran
sekaligus sumber kehidupan. 2). Gunung, Gunung merupakan salah satu yang amat
disakralkan dalam agama Hindu karena gunung merupakan tempat Hyang sesuai
dengan kepercayaan Hindu Bali Kuna, sehingga Pura atau prahyangan sekarang
adalah gambaran dari gunung itu sendiri. Gunung di yakini memberikan kemakmuran
dan keselamatan, gunung juga merupakan sumber kehidupan dan sumber makanan,
segalanya dapat tumbuh disini dan juga merupakan sumber segala obat seperti
terdapat dalam Itihasa khususnya cerita Ramayana. Penjor ini disimbolkan gunung
yang sarat akan buah-buahan, umbi-umbian dan sumber makanan lainnya.
Penjor di buat dari sebatang
bambu yang melengkung dengan indah dan usahakan agar tidak terpotong ujungnya
(masih utuh) karena sebagai simbol naga haruslah seperna jika terpotong bukan
sebagai Naga Antaboga lagi tapi menjadi Naga sesa yang berpengaruh negatif
sehingga usahakan batang bambunya yang tidak terpotong ujungnya. Yang dihias
dengan daun enau (ambu) / janur yang
muda serta daun-daun lainnya (plawa). Bagian bawahnya di hiasi dengan useran
atau ambu dililit sebagai simbol
leher naga dan kepalanya tertanam di bawah tanah. Jika sebagai gunung sebagai
simbol hutan lebat. Menurut Lontar Tutur Dewi Tapini, isi dari Penjor adalah Pala Bungkah (Umbi-umbian seperti Ketela Rambat, kentang dll) Pala Gantung ( seperti kelapa, mentimun,
pisang, nanas dll), Pala wija (
seperti : padi, biasanya digunakan padi sepingan atau padi yang di potong
menggunakan ane-ane, jagung dll), aneka kue (jaja), jaja uli, jaja begina, jaja satuh, dll. Jaja ini sesuai dengan namanya juga
memiliki makna agar kita sadar dan eling . Jaja uli artinya agar kita ingat dan sadar dari mana kita berasal (uli= asal), jaja begina, begina berasal dari kata gina yang artinya pekerjaan, ini agar kita sadar akan kewajiban
kita sebagai manusia di dunia ini. Jaja
satuh artinya ingat akan tujuan kita
manunggal dengan Tuhan. Ini sering kita lupakan dalam membuat penjor asal
pasang asal jadi sementara makna filosofinya dan sarananya sering asal-asalan
dan kita abaikan. Serta sanggah Arda
Candra yaitu sanggah yang terbuat dari bambu dengan bentuk dasar persegi
empat dan atapnya melengkung setengah lingkaran sehingga bentuknya menyerupai
bulan sabit terbalik. Sanggah ini sebagai urip atau pengurip Penjor tersebut.
Lengkap dengan bantennya dan pada ujung penjor digantungkan sampyan penjor lengkap
dengan porosan dan bunga. Adapun makna simbol-simbol yang terdapat
dalam isi penjor termuat dalam Lontar Tutur
Dewi Tapini Lampiran 26. :
Ndah ta kita sang sujana sujani, sira umara yadnya, wruhu kiteng
rumuhun,
rikedaden
dewa, bhuta umungguhi ritekapi yadnya,
Dewa
makabehan menadya saraning jagat apang saking dewa mantuk ring widhi widana
ngaran
Apan
Sang Hyang Tri Purusa meraga sedaging jagat rat, bhuwana kabeh
Hyang
Siwa meraga candra, Hyang sadasiwa meraga windune,
Sang
Hyang Paramasiwa nada, Sang Hyang Iswara maraga martha upabhoga,
Hyang
Wisnu maraga sarwaphala, Hyang brahma
meraga sarwa sesanganan
Hyang
Rudra meraga kelapa, Hyang Mahadewa meraga rwaning gading,
Hyang
Sangkara meraga phalem, Hyang Sri dewi meraga pari, Hyang Sambu meraga isepan
Hyang
mahesora meraga bitig.
Artinya :
Wahai
kamu orang-orang bijaksana, yang akan menyelenggarakan yadnya agar kalain mengerti
Proses menjadi kedewataan, maka dari itu sang bhuta
menjadi tempat/ tatakan/dasar dari
yadnya
itu, kemudian semua dewa menjadi sarinya
dari jagat raya, Hyang Siwa adalah bulan
Hyang
Sadasiwa menjadi windu (o), Sang Hyang Paramasiwa menjadi nada, Sang Hyang
Iswara
adalah
nasi dan makanan, Hyang Wisnu adalah buah-buahan, Hyang Brahma adalah segala
kue
(jajan),
Hyang Rudra adalah kelapa, Hyang Mahadewa adalah janur,
Hyang
Sangkara adalah daun-daunan, Hyang Dewi Sri adalah padi, Hyang Sambu adalah
tebu
Hyang
Mahesora adalah semat dan bambu.
Jika
melihat dari isi lontar tersebut maka makna dari simbol yang ada dalam penjor
adalah sebagai berikut :
1.
Hyang Siwa dilambangkan oleh lengkungan
sanggah Arda candra sebagai arda candra atau bulan
2.
Hyang Sadasiwa dilambangkan oleh banten
isi di dalam sanggah arda candra sebagai windu
3.
Hyang Paramasiwa dilambangkan oleh tiang
sanggah arda candra yang disebut sebagai nada
4.
Hyang Iswara dilambangkan oleh segala
makanan yang terbuat dari nasi baik tumpeng
maupun penek.
5.
Hyang Wisnu dilambangkan oleh segala
buah-buahan
6.
Hyang Brahma dilambangkan oleh segala segala
kue (jaja)
7.
Hyang Rudra dilambangkan oleh kelapa
8.
Hyang Mahadewa dilambangkan oleh janur
dan ambu
9.
Hyang Sangkara dilambangkan oleh daun
daunan (plawa)
10. Hyang
Dewi Sri dilambangkan oleh padi
11. Hyang
Sambu dilambangkan oleh tebu
12. Hyang
Mahesora dilambangkan oleh bambu dan semat.
Atas dasar tersebut maka yang
benar sanggah digunakan jika merujuk lontar tersebut adalah sanggah arda candra bukan sanggah cucuk, dan isinya sesuai tatwa
adalah palagantung, pala bungkah, pala
bungkah. Dan kadang di masyarakat selama ini penjor di isi hiasan balon dan
lainnya itu tidak di ajurkan karena tidak sesuai dengan tatwa.
Tujuan pemasangan penjor
adalah sebagai swadharma umat Hindu untuk mewujudkan rasa bhakti dan terima
kasihnya kehadapan Hyang Widhi Wasa, dalam prabawanya
Hyang Giri Pati. Waktu pemasangan penjor Galungan dilakukan pada Hari Selasa/ Anggara Wage Dunggulan yaitu panampahan Galungan yang bermakna sebagai simbol dharma di
tegakkan, tempat pemasangan adalah disebelah kiri depan pintu masuk ke halaman
rumah dari luar atau sebelah kanan jika kita keluar dari rumah. Letak Sanggah
dan lengkungan menghadap ke jalan. Penjor ini bisa di cabut pada saat Buda Kliwon Pahang atau pegatwarahan/pegatwakan. Dengan membakar
segala isinya dan abunya dimasukan ke dalam kelapa gading di isi satu buah kuangen di tanam di pekarangan rumah.
Penanaman dengan menghaturkan segehan
mancawarna dengan menghaturkan doa agar Ibu Pertiwi dan Naga Antaboga
selalu memberkahi kemakmuran yang berlimpah.
Demikian sekilas tentang
makna dan filosofi penjor semoga ada manfaatnya.
https://www.youtube.com/watch?v=d8-Co-5Ew6s
Sumber Pustaka
Atmaja,
Made Nada, Nilai filosofis Penjor
Galungan dan Kuningan, Paramitha Surabaya
Arwati,
Ni Made Sri, Hari Raya Galungan Upada
Sastra Denpasar
Dirjen
Bimas Hindu, Keputusan kesatuan tafsir
aspek aspek agama Hindu
Lontar tutur Dewi Tapini Koleksi IB. PT. Sudarsana
Komentar
Posting Komentar